Friday, November 8, 2013

Pengertian Thoriqoh

Dalam buku agenda Muktamar IX Jam’iyah Ahli Thariqah Al-Mu’tabaraoh An-Nahdliyah disebutkan bahwa Thariqah ialah ilmu untuk mengetahui ihwalnya nafsu dan sifat-siftanya, mana yang tercela kemudian dijauhi dan ditinggalkan, dan mana yang terpuji kemudian diamalkan.
Sedang dalam kitab Jami’ul Ushul fil Auliya karya Syaikh Ahmad Al-Kamiskhowani An-Naqsabandi disebutkan : “Ath-Thariqah hiya As-sirah al-mukhtashshah bis-salikin ilallah min qoth’il-manazil wat-taraqqi fil-maqamat.”  (Thariqah adalah laku tertentu bagi orang-orang yang menempuh jalan kepada Allah, berupa memutus/meninggalkan tempat-tempat hunian dan naik ke maqom-maqom / tempat-tempat mulia)
Menurut Rais ‘Am Jam’iyah Ahlith-Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah, Al-Habib Muhammad Lutfhi Bin Yahya, dalam suatu keterangannya dihari Ahad, 27 Rajab 1425 atau 12 september 2004 menyatakan:
“Thariqah itu terbagi menjadi dua bagian ; Thariqah Syari’ah dan Thariqah Wushul. Thariqah Syar’iyah sebagaimana diketahui dalam ilmu fiqh, adalah aturan-aturan fiqh sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab para fuqoha’ yang mu’tabar (diakui) keimanan mereka, seperti imam abu hanifah, imam malik bin anas, imam muhammad bin idris As-syafi’i dan imam ahmad bin hanbal, yang mereka semua adalah para mujtahid mutlak. Dan para imam dari kalangan Mujtahid Madzhab, seperti imam An-Nawawi, Ar-Romli, Al-‘asqolani, As-Subki, Alhaitami, Ar-Rofi’i dan sebagainya. Dan juga dari kalangan muhadditsin dan mufasirin, seperti imam Ahmad, Bukhori, Muslim, Turmudzi, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, As-Suyuthi, Al-Mahali, Al-Baidlowi, ibnu Katsir dan sebagainya. Mereka adalah para Alim yang telah tersebar luas ilmu-ilmu mereka dan telah diakui keagungan kewalian serta keimanan mereka di dunia Islam. Dan masing-masing mereka telah diakui kedalamannya dalam ilmu syari’at, akhlak, tafsir, hadits, dan lain sebagainya.
Sedangkan thariqah wushul adalah natijah (hasil) dari thariqah syar’iyah dan terbagi menjadi dua kelompok, yang keduanya senantiasa menempuh jalan untuk bisa wushul (sampai kepada Allah).
Yang pertama adalah bagi orang yang berpegang pada sunnah Al-Musthofa Muhammad SAW, adab dan akhlaknya, yang merupakan pintu pertama untuk masuk pada thariqah wushul. Dan seyogyanya bagi setiap orang yang berkeinginan untuk wushul, hendaknya mengetahui terlebih dahulu masalah ini, kemudian syarat-syarat memasuki –thawriwah apapun serta kaifiyah atau tata caranya . dan hendaknya berittiba’ (mengikuti) guru dan syaikhnya yang disertai dengna khidmah (pengabdian. Muwafaqoh (menggangap benar) dan menghindarkan su’udh-dhon (buruk sangka) dengna keberadaan syaikhnya dalam segala keadaan dan ucapannya, walaupun secara lahir bertentangan dengan kebiasaan. Karena seorang syaikh dalam melakukan tarbiyah (pengajaran) ini, terkadang bertindak seperti bengkel listrik yang bekerja mereparasi listrik, dimana sudah barang tentu kedua tanganya berlumuran kotorna-kotoran (yang tidak najis). Tetapi hal tersebut terjadi karena upaya menyambung kabel yang putus, agar lampu bisa menyala. Kalau kita hanya melihat yang tampak saja yang berupa kotoran-kotoran, tentu kita akan mengingkarinya (menganggap nyleneh). Akan tetapi kalau kita melihat hal tersbut sebagai upaya menyalakan lampu, tentu kita akan menganggapnya baik bahkan suatu keharusan. Inilah seperti pekerjaan guru mursyid ketika mengupayakan agar hati muridnya bersinar. Dan inilah sebagai dari khawariqul ‘adah (hal-hal yang menyebal dari kebiasaan) yang kadang-kadang muncul pada seorang syaikh. Maka dari itu bagi setiap orang yang akan merambah thariqah wushul, tidak boleh tidak, harus berpegang pada laku etika dan tata krama. Bukankan nabi SAW  bersabda “ Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan perilaku-perilaku yang mulia”
Adapun thariqah wushul yang kedua adalah bagi orang-orang yang hendak memperoleh natijah (hasil) dari thariqah wushul yang pertama, dia mesti memeperindah dan meningkatkan dirinya dengan syari’at Allah dan sunnah Rasulnya , terutama ketika suluknya, dan natijah (hasil) dari thariqah yang kedua ini adalah untuk membersihkan hati dan relung-relungnya, sehingga yang nampak dalam perilaku dan ucapanya sesuatu yang tidak keluar (tidak melenceng) dari syar’atul Gharra’ (Syari’ah yang cemerlang) untuk meraih thariqah-baidho’ (Thariqah putih). Hal ini bisa terjadi bila keberadaan seseorang itu bersih dari kelalaian, hal-hal yang nista dan hal-hal yang merusakkan, yang semua itu adalah bahaya besar. Maka dengna itu kita tahu bahwa thariqah disini adalah suatu praktek perbuatan untuk memebersihkan hati dan mensucikan relung-relung dari karatnya kelalaian dan salah pahamnya kebodohan. Relung-relung hati itu tidak bisa suci (bersih) kecuali dengna dzikir kepada Allah dengan cara tertentu.oleh karena itu wajib bagi setiap mukmin setelah mengetahui aqidatul awam (50 sifatwajib, mustahil dan jaiz bagi Allah dan para RoasulNya) dan pekerjaan-pekerjaan harian yang disyari’atkan Allah SW, berupa shalat yang meliputi syarat-syarat, rukun-rukun dan hal-hal yang membatalkanya, zakat, puasa dan haji untuk meningkatkan diri dalam memasuki thariqah dzikir dengna cara khusus / tertentu .
Dzikir merupakan upaya untuk membersihkan hati dari kotoran dan kelalaian. Pembersih dari hal tersbut adalah wajib, maka memasuki thariqah, wajib hukumnya. Sedang apabila dzikir itu sekadar untuk amalan saja artinya sekedar untuk menambah ibadah saja, maka hukumnya adalah mustahab (sunah). Tetapi kalau benar masuk thariqah itu hukumnya mustahab, lalu dari mana hati akan mengetahui cara untuk mengagungkan keagunan Allah, kalau didalamnya terdapat banyak kelalaian. Sesuatu yang sulit tentunya. Karena tingkatan kadar keimanan seseorang itu tegantung pada kadar kebersihan hatinya. Tingkatan kejujuranya tergantung  pada kadar keikhlasanya. Dan tingkatan keikhlasanya tergantung pada kadar keridloanya terhadap apa yang telah diberikan Allah kepadanya. “demikian keterangan Rais ‘Am tentang thariqah”.

Monday, November 4, 2013


Tujuanipun Dzikir Thoriqoh

Thoriqoh inggih meniko praktek perbuatan ( toto laku ) kagem nyucekaken ati lan ngresiki relung – relung ati saking kotoran / karatipun manah,  sifat lali ( ghoflah ) lan salah pahamipun kebodohan. Relung – relung ati mboten saget suci ( bersih ) kejawi kanthi dzikir dateng Alloh swt kanthi coro ingkang tertentu .

Setengahipun tujuan nderek dzikir thoriqoh inggih puniko :
1.      Ngicali sifat lali ( ghoflah )

Ghoflah ( sifat lali ) meniko setunggalipun penyakit ati ingkang andadosaken ashoripun sifat kamanungsan , lali ing Alloh ingkang nitahaken , lali ugering manungso,lali ugering urip.

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ.

 

Lan yekti temen ndadekake Ingsun minongko isen – isene neroko Jahanam akeh – akehe golongan jin lan manungso , podho anduweni ati ananging ora den gunakake kanggo ngaweruhi ( ing ayat – ayat Alloh ), podho duwe paningal ananging ora den gunakake kanggo mirsani ( tando – tandane Keagungane Alloh ), podho duwe pangrungu ananging ora den gunakake kanggo mirengake ( pituduhe Alloh ) . Wong – wong iku lir kadyo hayawan ternak malah luwih sasar maneh. Wong – wong iku golongane Ghofiluun ( Wong kang podho lali ) .”(QS. Al A’rof :179)

 

Sifat ghoflah meniko nyebabaken ngaling – alingi penyuwunan :

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ (سنن الترمذى : ٣٤٠١ )

 

“ Saking Shohabat Abu Hurairoh R.a : Rosululloh Saw ngendiko : “ Podho dongoho siro kabeh ing Alloh , hale wong – wong kang ngeyakini kelawan diijabahi , lan ngertiho siro kabeh yen setuhune Gusti Alloh ora nyembadani donga saking ati kang lali. “ HR. Tirmidzi

 

2.      Nyempurnakaken  lan ningkataken roso khusuk ing dalem ngibadah, mboten kados ngibadahe tiyang munafik .

 

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا .

“ Saktemene wong – wong kang munafik iku podho nggorohake marang Alloh, lan Alloh bakal paring piwales ing gorohe wong – wong iku. Lan lamun podho njumenengake ing sholat mongko jumeneng kanthi aras – arasen. Wong – wong iku sejo podho pamer ( kanthi sholate ) ing ngarsane manungso. Lan ora podho dzikir ing Alloh kejobo naming sethithik wae. QS. An Nisa’ : 142

Monday, January 5, 2009

SYAIKH ABDUL MALIK MURSYID SYADZILIYAH

SYAIKH ABDUL MALIK MURSYID SYADZILIYAH


Beliau adalah sosok ulama yang cukup di segani di kebumen propinsi jawa tengah,Syaikh Abdul Malik semasa hidupnya memegang dua thariqah besar (sebagai mursyid) yaitu: Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan Thariqah Asy-Syadziliyah. Sanad thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah telah ia peroleh secara langsung dari ayah beliau yakni Syaikh Muhammad Ilyas, sedangkan sanad Thariqah Asy-Sadziliyah diperolehnya dari As-Sayyid Ahmad An-Nahrawi Al-Makki (Mekkah).Dalam hidupnya, Syaikh Abdul Malik memiliki dua amalan wirid utama dan sangat besar, yaitu membaca Al-Qur’an dan Shalawat. Beliau tak kurang membaca shalwat sebanyak 16.000 kali dalam setiap harinya dan sekali menghatamkan Al-Qur’an. Adapun shalawat yang diamalkan adalah shalawat Nabi Khidir AS atau lebih sering disebut shalawat rahmat, yakni “Shallallah ‘ala Muhammad.” Dan itu adalah shalawat yang sering beliau ijazahkan kepada para tamu dan murid beliau. Adapun shalawat-shalawat yang lain, seperti shalawat Al-Fatih, Al-Anwar dan lain-lain.Beliau juga dikenal sebagai ulama yang mempunyai kepribadian yang sabar, zuhud, tawadhu dan sifat-sifat kemuliaan yang menunjukan ketinggian dari akhlaq yang melekat pada diri beliau. Sehingga amat wajarlah bila masyarakat Banyumas dan sekitarnya sangat mencintai dan menghormatinya.Beliau disamping dikenal memiliki hubungan yang baik dengan para ulama besar umumnya, Syaikh Abdul Malik mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ulama dan habaib yang dianggap oleh banyak orang telah mencapai derajat waliyullah, seperti Habib Soleh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul, Jember), Habib Ahmad Bilfaqih (Yogyakarta), Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Probolinggo), KH Hasan Mangli (Magelang), Habib Hamid bin Yahya (Sokaraja, Banyumas) dan lain-lain.Diceritakan, saat Habib Soleh Tanggul pergi ke Pekalongan untuk menghadiri sebuah haul. Selesai acara haul, Habib Soleh berkata kepada para jamaah,”Apakah kalian tahu, siapakah gerangan orang yang akan datang kemari? Dia adalah salah seorang pembesar kaum ‘arifin di tanah Jawa.” Tidak lama kemudian datanglah Syaik Abdul Malik dan jamaah pun terkejut melihatnya.Hal yang sama juga dikatakan oleh Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Kraksaan, Probolinggo) bahwa ketika Syaikh Abdul Malik berkunjung ke rumahnya bersama rombongan, Habib Husein berkata, ”Aku harus di pintu karena aku mau menyambut salah satu pembesar Wali Allah.”Asy-Syaikh Abdul Malik lahir di Kedung Paruk, Purwokerto, pada hari Jum’at 3 Rajab 1294 H (1881). Nama kecilnya adalah Muhammad Ash’ad sedang nama Abdul Malik diperoleh dari ayahnya, KH Muhammad Ilyas ketika ia menunaikan ibadah haji bersamanya. Sejak kecil Asy-Syaikh Abdul Malik telah memperoleh pengasuhan dan pendidikan secara langsung dari kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya yang ada di Sokaraja, Banyumas terutama dengan KH Muhammad Affandi.Setelah belajar Al-Qur’an dengan ayahnya, Asy-Syaikh kemudian mendalami kembali Al-Qur’an kepada KH Abu Bakar bin H Yahya Ngasinan (Kebasen, Banyumas). Pada tahun 1312 H, ketika Syaikh Abdul Malik sudah menginjak usia dewasa, oleh sang ayah, ia dikirim ke Mekkah untuk menimba ilmu agama. Di sana ia mempelajari berbagai disiplin ilmu agama diantaranya ilmu Al-Qur’an, tafsir, Ulumul Qur’an, Hadits, Fiqh, Tasawuf dan lain-lain. Asy-Syaikh belajar di Tanah suci dalam waktu yang cukup lama, kurang lebih selama limabelas tahun.Dalam ilmu Al-Qur’an, khususnya ilmu Tafsir dan Ulumul Qur’an, ia berguru kepada Sayid Umar Asy-Syatha’ dan Sayid Muhammad Syatha’ (putra penulis kitab I’anatuth Thalibin hasyiyah Fathul Mu’in). Dalam ilmu hadits, ia berguru Sayid Tha bin Yahya Al-Magribi (ulama Hadramaut yang tinggal di Mekkah), Sayid Alwi bin Shalih bin Aqil bin Yahya, Sayid Muhsin Al-Musawwa, Asy-Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdullah At-Tirmisi. Dalam bidang ilmu syariah dan thariqah alawiyah ia berguru pada Habib Ahmad Fad’aq, Habib Aththas Abu Bakar Al-Attas, Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya), Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas (Bogor), Kyai Soleh Darat (Semarang).Sementara itu, guru-gurunya di Madinah adalah Sayid Ahmad bin Muhammad Amin Ridwan, Sayid Abbas bin Muhammad Amin Raidwan, Sayid Abbas Al Maliki Al-Hasani (kakek Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani), Sayid Ahmad An-Nahrawi Al Makki, Sayid Ali Ridha.Setelah sekian tahun menimba ilmu di Tanah Suci, sekitar tahun 1327 H, Asy-Syaikh Abdul Malik pulang ke kampung halaman untuk berkhidmat kepada keduaorang tuanya yang saat itu sudah sepuh (berusia lanjut). Kemudian pada tahun 1333 H, sang ayah, Asy Syaikh Muhammad Ilyas berpulang ke Rahmatullah.Sesudah sang ayah wafat, Asy-Syaikh Abdul Malik kemudian mengembara ke berbagai daerah di Pulau Jawa guna menambah wawasan dan pengetahuan dengan berjalan kaki. Ia pulang ke rumah tepat pada hari ke- 100 dari hari wafat sang ayah, dan saat itu umur Asy Syaikh berusia tiga puluh tahun.Sepulang dari pengembaraan, Asy-Syaikh tidak tinggal lagi di Sokaraja, tetapi menetap di Kedung Paruk bersama ibundanya, Nyai Zainab. Perlu diketahui, Asy-Syaikh Abdul Malik sering sekali membawa jemaah haji Indonesia asal Banyumas dengan menjadi pembimbing dan syaikh. Mereka bekerjasama dengan Asy-Syaikh Mathar Mekkah, dan aktivitas itu dilakukan dalam rentang waktu yang cukup lama.Sehingga wajarlah kalau selama menetap di Mekkah, ia memperdalam lagi ilmu-ilmu agama dengan para ulama dan syaikh yang ada di sana. Berkat keluasan dan kedalaman ilmunya, Syaikh Abdul Malik pernah memperoleh dua anugrah yakni pernah diangkat menjadi Wakil Mufti Madzab Syafi’i di Mekkah dan juga diberi kesempatan untuk mengajar. Pemerintah Saudi sendiri sempat memberikan hadiah berupa sebuah rumah tinggal yang terletak di sekitar Masjidil Haram atau tepatnya di dekat Jabal Qubes. Anugrah yang sangat agung ini diberikan oleh Pemerintah Saudi hanya kepada para ulama yang telah memperoleh gelar Al-‘Allamah.Syaikh Ma’shum (Lasem, Rembang) setiap berkunjung ke Purwokerto, seringkali menyempatkan diri singgah di rumah Asy-Syaikh Abdul Malik dan mengaji kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah Ibnu Malik secara tabarrukan (meminta barakah) kepada Asy-Syaikh Abdul Malik. Demikian pula dengan Mbah Dimyathi (Comal, Pemalang), KH Khalil (Sirampog, Brebes), KH Anshori (Linggapura, Brebes), KH Nuh (Pageraji, Banyumas) yang merupakan kiai-kiai yang hafal Al-Qur’an, mereka kerap sekali belajar ilmu Al-Qur’an kepada Syaikh Abdul Malik.Kehidupan Syaikh Abdul Malik sangat sederhana, di samping itu ia juga sangat santun dan ramah kepada siapa saja. Beliau juga gemar sekali melakukan silaturrahiem kepada murid-muridnya yang miskin. Baik mereka yang tinggal di Kedung Paruk maupun di desa-desa sekitarnya seperti Ledug, Pliken, Sokaraja, dukuhwaluh, Bojong dan lain-lain.Hampir setiap hari Selasa pagi, dengan kendaraan sepeda, naik becak atau dokar, Syaikh Abdul Malik mengunjungi murid-muridnya untuk membagi-bagikan beras, uang dan terkadang pakaian sambil mengingatkan kepada mereka untuk datang pada acara pengajian Selasanan (Forum silaturrahiem para pengikut Thariqah An-Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah Kedung paruk yang diadakan setiap hari Selasa dan diisi dengan pengajian dan tawajjuhan).Murid-murid dari Syaikh Abdul Malik diantaranya KH Abdul Qadir, Kiai Sa’id, KH Muhammad Ilyas Noor (mursyid Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah sekarang), KH Sahlan (Pekalongan), Drs Ali Abu Bakar Bashalah (Yogyakarta), KH Hisyam Zaini (Jakarta), Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), KH Ma’shum (Purwokerto) dan lain-lain.Sebagaimana diungkapkan oleh murid beliau, yakni Habib Luthfi bin Yahya, Syaikh Abdul Malik tidak pernah menulis satu karya pun. “Karya-karya Al-Alamah Syaikh Abdul Malik adalah karya-karya yang dapat berjalan, yakni murid-murid beliau, baik dari kalangan kyai, ulama maupun shalihin.”Diantara warisan beliau yang sampai sekarang masih menjadi amalan yang dibaca bagi para pengikut thariqah adalah buku kumpulan shalawat yang beliau himpun sendiri, yaitu Al-Miftah al-Maqashid li-ahli at-Tauhid fi ash-Shalah ‘ala babillah al-Hamid al-majid Sayyidina Muhammad al-Fatih li-jami’i asy-Syada’id.”Shalawat ini diperolehnya di Madinah dari Sayyid Ahmad bin Muhammad Ridhwani Al-Madani. Konon, shalawat ini memiliki manfaat yang sangat banyak, diantaranya bila dibaca, maka pahalanya sama seperti membaca kitab Dala’ilu al-Khairat sebanyak seratus sepuluh kali, dapat digunakan untuk menolak bencana dan dijauhkan dari siksa neraka.Syaikh Abdul Malik wafat pada hari Kamis, 2 Jumadil Akhir 1400 H (17 April 1980) dan dimakamkan keesokan harinya lepas shalat Ashar di belakang masjid Baha’ul Haq wa Dhiya’uddin, Kedung Paruk Purwokerto.

Wednesday, December 31, 2008

Tawasul

setiap kita mau mulai berdzikir, yasinan, tahlilan kita mulai dengan ........الى حضرة kenapa?
mungkin banyak dari kita yang belum mengetahui apa sebenarnya makna tawasul (meminta kepada Allah dengan lantaran)

sedikit coretan-coretan dibawah ini mngkin akan dapat menambah pengetahuan kita..
  • Fungsi dari tawasul : Karena setiap makhluk mempunyai sifat apes, sifat tidak sempurna. kalau manusia tidak sempurna maka akan butuh untuk melengkapi.
  • Yang membuat الى حضرة adalah ulama' salaf yang digunakan untuk mengingat sespuh-sesepuh ulama' zaman dulu
berikut ini ada artikel yang saya ambil dari majelisrosululloh

Memang banyak pemahaman saudara-saudara kita muslimin yang perlu diluruskan tentang tawassul, tawassul adalah berdoa kepada Allah dengan perantara amal shalih, orang shalih, malaikat, atau orang-orang mukmin. Tawassul merupakan hal yang sunnah, dan tak pernah ditentang oleh Rasul saw, tak pula oleh Ijma Sahabat radhiyallahuanhum, tak pula oleh Tabiin, dan bahkan para Ulama dan Imam-Imam besar Muhadditsin, mereka berdoa tanpa perantara atau dengan perantara, dan tak ada yang menentangnya, apalagi mengharamkannya, atau bahkan memusyrikkan orang yang mengamalkannya.

Pengingkaran hanya muncul pada abad ke 19-20 ini, dengan munculnya sekte sesat yang memusyrikkan orang-orang yang bertawassul, padahal Tawassul adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits shahih dibawah ini : Wahai Allah, Demi orang-orang yang berdoa kepada Mu, demi orang-orang yang bersemangat menuju (keridhoan) Mu, dan Demi langkah-langkahku ini kepada (keridhoan) Mu, maka aku tak keluar dengan niat berbuat jahat, dan tidak pula berniat membuat kerusuhan, tak pula keluarku ini karena Riya atau sumah.. hingga akhir hadits. (HR Imam Ahmad, Imam Ibn Khuzaimah, Imam Abu Naiem, Imam Baihaqy, Imam Thabrani, Imam Ibn Sunni, Imam Ibn Majah dengan sanad Shahih). Hadits ini kemudian hingga kini digunakan oleh seluruh muslimin untuk doa menuju masjid dan doa safar.

Tujuh Imam Muhaddits meriwayatkan hadits ini, bahwa Rasul saw berdoa dengan Tawassul kepada orang-orang yang berdoa kepada Allah, lalu kepada orang-orang yang bersemangat kepada keridhoan Allah, dan barulah bertawassul kepada Amal shalih beliau saw (demi langkah2ku ini kepada keridhoan Mu).

Siapakah Muhaddits?, Muhaddits adalah seorang ahli hadits yang sudah hafal 10.000 (sepuluh ribu) hadits beserta hukum sanad dan hukum matannya, betapa jenius dan briliannya mereka ini dan betapa Luasnya pemahaman mereka tentang hadist Rasul saw, sedangkan satu hadits pendek, bisa menjadi dua halaman bila disertai hukum sanad dan hukum matannya. Lalu hadits diatas diriwayatkan oleh tujuh Muhaddits.., apakah kiranya kita masih memilih pendapat madzhab sesat yang baru muncul di abad ke 20 ini, dengan ucapan orang-orang yang dianggap muhaddits padahal tak satupun dari mereka mencapai kategori Muhaddits , dan kategori ulama atau apalagi Imam Madzhab, mereka bukanlah pencaci, apalagi memusyrikkan orang-orang yang beramal dengan landasan hadits shahih.

Masih banyak hadits lain yang menjadi dalil tawassul adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh Abu Nu'aim, Thabrani dan Ibn Hibban dalam shahihnya, bahwa ketika wafatnya Fathimah binti Asad (Bunda dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, dalam hadits itu disebutkan Rasul saw rebah/bersandar dikuburnya dan berdoa : Allah Yang Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Hidup tak akan mati, ampunilah dosa Ibuku Fathimah binti Asad, dan bimbinglah hujjah nya (pertanyaan di kubur), dan luaskanlah atasnya kuburnya, Demi Nabi Mu dan Demi para Nabi sebelum Mu, Sungguh Engkau Maha Pengasih dari semua pemilik sifat kasih sayang.", jelas sudah dengan hadits ini pula bahwa Rasul saw bertawassul di kubur, kepada para Nabi yang telah wafat, untuk mendoakan Bibi beliau saw (Istri Abu Thalib).

Demikian pula tawassul Sayyidina Umar bin Khattab ra. Beliau berdoa meminta hujan kepada Allah : Wahai Allah.. kami telah bertawassul dengan Nabi kami (saw) dan Engkau beri kami hujan, maka kini kami bertawassul dengan Paman beliau (saw) yang melihat beliau (saw), maka turunkanlah hujan..?. maka hujanpun turun. (Shahih Bukhari hadits no.963 dan hadits yang sama pada Shahih Bukhari hadits no.3508).

Umar bin Khattab ra melakukannya, para sahabat tak menentangnya, demikian pula para Imam-Imam besar itu tak satupun mengharamkannya, apalagi mengatakan musyrik bagi yang mengamalkannya, hanyalah pendapat sekte sesat ini yang memusyrikkan orang yang bertawassul, padahal Rasul saw sendiri berrtawassul. Apakah mereka memusyrikkan Rasul saw?, dan Sayyidina Umar bin Khattab ra bertawassul, apakah mereka memusyrikkan Umar ?, Naudzubillah dari pemahaman sesat ini.

Mengenai pendapat sebagian dari mereka yang mengatakan bahwa tawassul hanya boleh pada orang yang masih hidup, maka entah darimana pula mereka mengarang persyaratan tawassul itu, dan mereka mengatakan bahwa orang yang sudah mati tak akan dapat memberi manfaat lagi.., pendapat yang jelas-jelas datang dari pemahaman yang sangat dangkal, dan pemikiran yang sangat buta terhadap kesucian tauhid..

Jelas dan tanpa syak bahwa tak ada satu makhlukpun dapat memberi manfaat dan mudharrat terkecuali dengan izin Allah, lalu mereka mengatakan bahwa makhluk hidup bisa memberi manfaat, dan yang mati mustahil?, lalu dimana kesucian tauhid dalam keimanan mereka? Tak ada perbedaan dari yang hidup dan yang mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin Allah.., yang hidup tak akan mampu berbuat terkecuali dengan izin Allah, dan yang mati pun bukan mustahil memberi manfaat bila dikehendaki Allah. karena penafian kekuasaan Allah atas orang yang mati adalah kekufuran yang jelas.

Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah swt, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah, yang telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi shalih, hidup atau mati tak membedakan Kudrat ilahi atau membatasi kemampuan Allah, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah tetap abadi walau mereka telah wafat.

Contoh lebih mudah, anda ingin melamar pekerjaan, atau mengemis, lalu anda mendatangi seorang saudagar kaya, dan kebetulan mendiang tetangga anda yang telah wafat adalah abdi setianya yang selalu dipuji oleh si saudagar, lalu anda saat melamar pekerjaan atau mungkin mengemis pada saudagar itu, anda berkata : "Berilah saya tuan.. (atau) terimalah lamaran saya tuan, saya mohon.. saya adalah tetangga dekat fulan, nah.. bukankah ini mengambil manfaat dari orang yang telah mati?, bagaimana dengan pandangan bodoh yang mengatakan orang mati tak bisa memberi manfaat??, jelas-jelas saudagar akan sangat menghormati atau menerima lamaran pekerjaan anda, atau memberi anda uang lebih, karena anda menyebut nama orang yang ia cintai, walau sudah wafat, tapi kecintaan si saudagar akan terus selama saudagar itu masih hidup?, pun seandainya ia tak memberi, namun harapan untuk dikabulkan akan lebih besar, lalu bagaimana dengan Arrahmaan Arrhiim, Yang Maha Pemurah dan Maha Menyantuni?? dan tetangga anda yang telah wafat tak bangkit dari kubur dan tak tahu menahu tentang lamaran anda pada si saudagar, NAMUN ANDA MENDAPAT MANFAAT BESAR DARI ORANG YANG TELAH WAFAT.

aduh...aduh... entah apa yang membuat pemikiran mereka sempit hingga tak mampu mengambil permisalan mudah seperti ini. Firman Allah : "MEREKA ITU TULI, BISU DAN BUTA DAN TAK MAU KEMBALI PADA KEBENARAN" (QS Albaqarah-18). Wahai Allah beri hidayah pada kaumku, sungguh mereka tak mengetahui.

Wassalam.

Wednesday, December 24, 2008

Bab Ridho

  • Ridho iku panggonane ati dudu ono ucap-ucapan, dene buahipun awujud tindakan laku
  • Ridhone Allooh : kersane Allooh ingkang dipun demeni dening panjenenganipun
  • Ridhonipun kawulo : ngerti, mantep, seneng, nompo kanti lilo legawa marang kabeh kersane Allooh
Pados Ridhone Allooh
  1. Allooh ngersaake ngeridhoni
  2. paring ridho dateng kawulo
  3. paring pitulungan " rohmat " (noto, nuntun, mernahake)
  4. menanganke kersane Alloh ngalahake karepe nafsu
  5. golek ngerti : sopo pengeran, sopo kawulo, dikon ngopo?
  6. mangerteni sekabehane
  7. mantep, seneng, nompo kanthi lilo legawa (ridho) dateng Allooh
  8. Ridho marang kabeh kersane Allooh
  9. Ridho nalikane nandangi kabeh kersane Allooh
  10. Allo Ridho